Langsung ke konten utama

Bagaimana Cara Mengendalikan Emosi


Seberapa sering sih emosi mengendalikan kita? Sehingga seringkali kita malah bikin berantakan atau malah merusak sesuatu yang udah kita miliki. Kali ini, Sumi Library akan memberikan tips bagaimana mengendalikan emosi negatif dalam buku Filosofi Teras karya Henry Manapiring.

Cover Buku FIlosofi Teras karya Henry Manampiring
Filosofi Teras atau Stoisisme adalah Filsafat Yunani - Romawi Kuno yang bisa membantu kita mengatasi emosi negatif. yang didalamnya kita dikenalkan terhadap dua prinsip dikotomi kendali yaitu kendali dalam diri dan diluar diri yang tak bisa dikendalikan, dengan menyadari ini kita akan lebih membuka pikiran kita bahwa tidak semuanya merupakan kesalahan kita atau kita dapat menyadari hak kita atas orang lain. Ketika kita mengunakan logika kita, khususnya dalam Filosofi Teras, diharapkan kita dapat :
  • Menghilangkan Emosi Negatif
  • Maksimalkan Hidup pada apa-apa yang benar-benar berguna, tidak terjebak pada yang bukan tujuan kita.
  • Fokus pada apa yang bisa dikerjakan
Kita coba untuk masuk dalam prinsip dikotomi kendali, yang perlu kita sadari sebelum menuju ke ranah pengendalian emosi.
Yang pertama adalah Kendali dalam Diri, yang dapat kita kendalikan dari dalam diri kita adalah Opini, Keinginan, Tujuan (baik tujuan hidup atau lainnya), Pikiran serta Tindakan Kita Sendiri. berapa sering kita berpikir bahwa orang lain mengendalikan diri kita? sebenernya jika kita mengiyakan orang lain untuk ‘mengendalikan diri kita”. itu sudah merupakan keputusan kita untuk setuju bahwa kita dapat dikendalikan oleh mereka. Sementara itu, yang kedua adalah Diluar Diri yang Tak Bisa Dikendalikan yaitu masa lalu, omongan orang, dan identitas kelahiran diri (kita gak bisa milih lahir dari keluarga mana).

Mungkin kamu berada disini karena sedang disakiti oleh orang lain atau tiba-tiba terjadi suatu hal tak terduga dan emosi negatif mengendalikan diri. Kawan, Ingatlah bahwa  di dunia ini yang pasti adalah perubahan! dari kawan jadi lawan atau sebaliknya, dari kaya jadi miskin, atau sebaliknya. terkena bercana. kecelakaan. perceraian atau peristiwa-peristiwa yang gak mengenakan lainnya. cobalah untuk berhenti sejenak dan mengelola emosi kita. Mungkin kita bisa coba melihat dari langit ke bumi, melihat kesengsaraan orang lain. sehingga kita mengambil hikmah, jejak syukur atau jeda untuk menikmati kesengsaraan kita sendiri. ingat ada yang diluar diri yang tak bisa dikendalikan. tapi emosi kita, diri kita, tujuan hidup kita, keinginan dan pikiran kita. kita yang mengendalikan.
Jika terdapat urusan dengan orang lain kamu merasa bahwa mereka jahat, ingat kawan. orang jahat memang bertugas menjadi jahat, Membaca mas Marcus Aurelius dalam Meditations , bahwa katanya mengharapkan orang jahat untuk tidak menyakiti orang lain adalah gila. Itu adalah meminta hal yang tidak mungkin. Arogan sekali jika kita bisa  memaklumi orang jahat memperlakukan orang lain seperti itu tetapi kita tidak terima jika pada kita.-
Menurutku kalau ada manusia jahat ya jahat aja. kita yang salah kalau berharap yang lain kan. udah tahu dia jahat. mereka bukan dibawah kendali kita, tapi kita bisa mengendalikan diri kita sendiri. ingatlah dua prinsip dikotomi kendali, ada yang bisa kendalikan ada yang tidak.
Entah sadar atau tidak, mengapa kita sering mengeluarkan emosi negatif itu dikarenakan kita merespon atau menginterpretasi peristiwa secara spontan akhirnya yang muncul adalah emosi negatif.
Lalu bagaimana seharusnya, mari kita coba untuk melakukan pengendalian emosi dengan  interpretasi rasional ketika peristiwa bencana, masalah atau situasi sulit itu datang kita masih dengan waras mengendalikan diri dan emosi kita. langkahnya ketika peristiwa itu datang kita dapat menggunakan teknik STAR yaitu Stop, Thingking & Access dan Respon sehingga kita dapat memberikan emosi positif. kita diminta untuk berhenti sejenak, berpikir dan melakukan akses informasi dalam pikiran kita baru kita lakukan respon. mungkin, sepertinya tahap ini terlalu panjang. Namun dengan latihan rutin. lama-lama kita akan merespon dengan lebih stabil dan tak dikendalikan oleh emosi.


Closing statement dari semua ini adalah “Yang Bisa dilakukan adalah kita bertanggung jawab pada diri kita sendiri, pikiran, persepsi, dan laku kita”.  kita harus sadar ada yang dibawah kendali kita, ada yang tidak. dan semoga teknik STAR Stop Thingking, Access, Respon dapat digunakan secara terus menerus untuk mengelola emosi. Orang lain juga mendapatkan bencana dan peristiwa yang sama-sama menyiksa seperti kita. Tapi dengan mengendalikan emosi negatif. Respon kita dengan respon mereka akan berbeda dalam menghadapinya. 
Semoga kita selalu dalam kedamaian.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Buku The Division Of Labor In Society karya Emile Durkheim

The division of labor in society dikenal sebagai karya pertama sosiologi klasik (Durkheim, 1893/1964). Di dalam buku tersebut beliau menjelaskan seputar perkembangan modern relasi antara individu dengan masyarakat, penggunaannya mengarah pada sesuatu yang sering disebut sebagai krisi moralitas. Bukunya di pegaruhi oleh pandangan positivistik, selain itu latar belakang beliau yang tinggal di Prancis telah menggiring pemikirannya terkait revolusi Prancis yang sering mengekpresikan diri sebagai serangan terhadap otoritas tradisional dan keyakinan religius. Gejala ini terus berlanjut higga pemerintahaan revolusioner berakhir. Cover Buku The Division of Labor In Society Di dalam masyarakat moderen pembagian kerja dalam sebuah lingkup sosial memiliki tingkat diferensial yang tinggi, perbedaan tersebut memicu terjadinya spesialisasi pekerjaan berbeda mereka tidak lagi memiliki pengalaman yang sama, hal ini merusak kepercayaan moral bersama  yang sangat penting bagi masyarakat. K

FAKTA SOSIAL / EMILE DURKHEIM

Untuk memisahkan sosiologi dari filsafat dan memberinya kejelasan serta identitas tersendiri Durkheim (1895/1982) Menyatakan bahwa pokok bahasan sosiologi haruslah berupa studi atas fakta sosial. Secara singkat, fakta sosial terdiri dari struktur sosial, norma budaya, dan nilai yang berada di luar dan memaksa aktor.   Hal yang penting dalam pemisahan sosiologi dari filsafat adalah ide bahwa fakta sosial dianggap sebagai “sesuatu” (S. Jones.1996) dan dipelajari secara empiris. Artinya bahwa fakta sosial mesti dipelajari dengan perolehan data dari luar pikiran kita melalui observasi dan eksperimen. Studi empiris tentang fakta sosial ini sebagaimana yang termuat dalam sosiologi Durkheimian terpisah dari pendekatan filosofis. Gambar 1. Emile Durkheim Fakta sosial adalah seluruh cara bertindak baku maupun tidak yang dapat berlaku pada diri individu sebagai sebuah paksaan eksternal atau bisa juga dikatakan bahwa fakta sosial adalah seluruh cara bertindak yang umum dipakai suatu mas