Manusia saling menyakiti dan menyinggung sesamanya - ini kenyataan. Tidak ada tempat di mana pun di dunia ini untuk kita bisa menghindari orang-orang menyebalkan, bahkan di tempat ibadah sekalipun. Jadi bagaimana mengatasi omongan orang lain yang menyebalkan ini?
Yang pertama, Omongan orang tidak menurunkan nilai atas diri kita.
Ingat bahwa celaan dan hinaan tidak pernah benar-benar bisa melukai objeknya. Kecuali diizinkan bisa diilustrasikan sebagai berikut : Suatu hari kamu berdiri menghadap sebuah lukisan masterpiece karya seniman besar Indonesia Affandi.
Gambar : Lukisan Affandi judul Ayam Tarung |
Coba kamu berteriak teriak, menghina hina lukisan itu , “Lukisan sampah! Apa bagusnya kamu? anak kecil juga bisa corat-coret nggak karuan seperti kamu!”
Apakah lukisan itu menjadi lebih buruk? kehilangan keagungannya hanya karena hujatan kita? Apakah lukisan tersebut menjadi “turun derajat” dari status mahakarya hanya karena celaan satu orang? ditambah lagi, lukisan ini hanya sebuah benda mati. Tidakkah kita jauh lebih bernilai dan bisa lebih berfikir daripada sebuah lukisan?
Kedua, Omongan orang bukan dibawah kendali diri kita.
Umpan balik, nasihat dan opini yang membangun dan memperbaiki diri kita sendiri harus kita hormati dan dengarkan. Tapi pendapat orang lain tidak akan ada habisnya untuk diikuti dan bisa berubah semau pemilik pendapat. Yang dipertanyakan adalah ketika kita mengira bisa bahagia dan damai dengan terus menerus menyenangkan orang lain. Ingatlah bahwa omongan orang bukan dibawah kendali diri kita.
Yang ketiga. Respon kita atas omongan orang adalah dibawah kendali kita.
Sebuah penghinaan sesungguhnya tidak bernilai sampai objeknya 'merasa' bahwa ia disakiti. Saat ini terjadi maka penghinaan itu “sukses”. Namun, jika sang objek tidak merasa terhina, maka hinaan itu sesungguhnya sebuah serangan yang tidak berarti. Tindakan menghina ada dibawah kendali orang lain. 'Merasa terhina' ada di bawah kendali kita. Perlu kita ketahui bahwa “Orang berbuat Jahat akibat ketidaktahuannya dan sayangnya dia tidak tahu bahwa ia sedang berbuat jahat”. Bakal percuma juga kan kamu terprovokasi sama omongan orang yang gak tahu kalau dia lagi jahatin kamu. Akhirnya kan “salah kamu sendiri kok merasa terhina”
Jadi intinya adalah kita tidak perlu merasa terhina dengan omongan orang lain, karena ketika merasa terhina. Kita telah terprovokasi dengan omongan itu dan sukses sudah penghinaan itu menerpamu, coba untuk tanggapi omongan orang itu dengan santai atau dengan berbaik hati, maka nanti yang ngomongin kamu bakal salah tingkah sendiri "aku jahatin kok tambah baik orang ini", kurang lebih seperti itu. Semoga tiga langkah diatas bisa membuat kita menjadi lebih santai dengan omongan orang yang seringkali tidak dipikir terlebih dulu.
Semoga kita bisa mengendalikan diri kita dan selalu dalam kedamaian.
Komentar
Posting Komentar